Jurnalis Wanita Pertama Di Indonesia
Karena prestasinya yang luar biasa, pemerintah Indonesia menganugerahkan Roehana Koeddoes gelar Pahlawan Nasional pada 8 November 2019.
Mengutip situs Google Doodle, Roehana Koeddoes lahir pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Sumatera Barat, dengan nama Siti Roehana. Tumbuh di masa ketika pendidikan jarang bagi perempuan Indonesia, Roehana menemukan hasratnya untuk membaca koran.
Sekolah Pertama Khusus Pemberdayaan Perempuan
Pada usia tujuh tahun, Roehana secara teratur membaca surat kabar dan berbagi berita surat kabar lokal dengan teman-temannya. Pada tahun 1911 Roehana mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan dengan mendirikan sekolah pertama di Indonesia, yang di khususkan untuk perempuan.
Sekolah Loehana di kampung halamannya di Kotogadan, memberdayakan perempuan setempat dengan mengajari mereka banyak hal, mulai dari sastra Arab hingga tata krama.
Tidak hanya itu, Roehana pun mendirikan koran wanita pertama, Soenting Melajoe, pada tahun 1912. Surat kabar perempuan pertama yang mempunyai dampak langsung pada perkembangan beberapa surat kabar perempuan lainnya di Indonesia. Alasan Roehana mendirikan Soenting Melajoe tak lepas dari maraknya pemberitaan tentang kekerasan terhadap perempuan saat itu.
Setelah itu, Roehana mencari cara untuk mengekspresikan suara perempuan tersebut. Dia mencoba menghubungi banyak pemimpin surat kabar.
Salah satunya, adalah Soetan Maharadja, Pemimpin Redaksi surat kabar Utusan Melayu. Dalam suratnya, Roehana mengungkapkan keinginannya untuk memperjuangkan nasib wanita yang membuat Soetan tersentuh.
Keduanya kemudian bertemu dan bersepakat untuk mendirikan koran wanita pertama, Soenting Melajoe, di Sumatera Barat pada tahun 1912. "Soenting Melajoe" yang berarti "Wanita Melayu".
Peran Penting Dalam Pertumbuhan Surat Kabar Perempuan
Gusty Asnan, sejarawan Universitas Andaras Padang, mengungkapkan bahwa kehadiran surat kabar Soenting Melajoe sangat efektif mendongkrak pertumbuhan surat kabar perempuan lainnya.
“Soeara Perempoean terbit delapan tahun setelah lahir Seonting Malajoe dan Asjraq terbit empat tahun kemudian,” ungkap Gusti.
Selain penerbitan Soenting Melajoe, Roehana Koeddoes juga terlibat dalam penerbitan beberapa surat kabar lainnya seperti surat kabar Perempoean Bergerak, Medan, Parada Harahap serta Radio Zeitung, Padang.
Selain itu, beberapa tulisannya pernah dimuat di beberapa surat kabar lain, termasuk surat kabar Poeteri Hindia, baik di Sumatera maupun Jawa.
"Setelah pengungkapan ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Ruhana Kuddus adalah pelopor dalam pengelolaan surat kabar wanita dan jurnalis wanita pertama yang berperan penting dalam perkembangan media Indonesia," kata Gusti.
Aktif Dalam Mengembangkan Pendidikan
Pada tahun 1908, Roehana menikah dengan notaris dan penulis aktivis pergerakan Abdoel Koeddose.
Pernikahan tidak menghentikan pergerakannya. Sebaliknya, dia semakin aktif berjuang dengan suaminya.
Selain kiprahnya di bidang jurnalistik, Roehana juga aktif di bidang pendidikan, khususnya pemberdayaan perempuan. Pada 11 Februari 1911, ia mendirikan Sekolah Kerajinan Amal (KAS).
Sekolah tersebut ditujukan untuk anak-anak perempuan dan akan dididik dengan sejumlah pengajaran berupa kerajinan tangan, tulis baca huruf Arab dan Latin, pendidikan rohani dan keterampilan rumah tangga. Roehana Koeddoes meninggal pada 17 Agustus 1972 dalam usia 87 tahun. (*)